Merdeka.com – Dua inovasi Banyuwangi, Homestay Naik Kelas dan Pasar Pelayanan Publik menjadi nominator TOP 45 Kompetisi Sistem Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik) 2022 yang digelar oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Tim panelis mengapresiasi dua inovasi tersebut saat Bupati Ipuk Fiestiandani mempresentasikan di hadapan mereka secara virtual.
Homestay Naik Kelas adalah program peningkatan kualitas homestay dari sisi SDM, pelayanan, hingga sarana prasarana guna meningkatkan wisatawan yang menginap di homestay. Pasar pelayanan publik adalah tempat layanan yang mengintegrasikan unit pelayanan publik dengan pasar tradisional, sehingga warga bisa mengurus dokumen sembari berbelanja.
“Inovasi Homestay Naik Kelas ini bagus karena bisa mendorong peningkatan ekonomi warga. Apalagi diperkuat kebijakan daerah yang membatasi pendirian hotel bintang tiga ke bawah yang memperkuat pengembangan homestay. Ini patut direplika daerah lain,” kata Nurjaman Mochtar, salah satu panelis.
Paparan ini adalah seleksi tahapan pertama menuju Top 45 lomba Inovasi Pelayanan Publik (Sinovik). Sebanyak 99 inovasi terbaik dari 3.478 inovasi se-Indonesia yang masuk, dipaparkan dan diseleksi secara ketat oleh tim panel independen yang ditunjuk Kemenpan-RB.
Panelis terdiri terdiri dari JB.Kristiadi (akademisi Universitas Indonesia/UI), Tulus Abadi (Ketua YLKI), Neneng Goenadi (Country Managing Director of Grab Indonesia), Nurjaman Mochtar (Perwakilan Stasiun TV) , R. Siti Zuhro (LIPI), dan Indah Sukmaningsih (YLKI). Juga Harris Turino (akademisi), Eko Prasojo (akademisi UI), Dadan Suharmawijaya, Erry Hardjapamekas, serta Rudiarto Simarwono.
“Saya terkesan dengan inovasi pasar pelayanan publik. Akan sangat memudahkan warga mengakses layanan. Saya juga pernah datang langsung ke Mal Pelayanan Publik, melihat sendiri layanan di sana,” tambah Neneng Goenadi, salah satu panelis.
Ipuk menjelaskan, bahwa di Banyuwangi ini sudah 10 tahun tidak mengizinkan pendirian hotel melati. “Kami ingin memberikan ruang kepada masyarakat untuk membangun homestay. Sehingga mereka turut menikmati berkah ekonomi dari pariwisata,” kata Ipuk.
“Dampak ekonomi pengembangan pariwisata tersebut harus menjadi terukur, terutama dalam mengerek ekonomi warga. Di Banyuwangi, pariwisata ikut mendorong penurunan kemiskinan. Pendapatan per kapita juga terkerek naik,” imbuhnya.
Saat ini, laju kenaikan kemiskinan Banyuwangi tercatat yang terendah di Jatim berdasarkan data BPS, yaitu 0,01 persen pada kurun 2010-2021. Pada masa itu, seluruh daerah mengalami kenaikan angka kemiskinan karena pandemi.
“Lewat program Homestay Naik Kelas, kita buatkan standar agar fasilitas dan pelayanan mereka bisa bersaing, tidak kalah dengan hotel,” papar Ipuk.
Berkat inovasi ini, jumlah homestay sesuai standar klasifikasi terus meningkat. Pada 2018 terdapat 24 unit, menjadi 204 unit (2021). “Maka kami akan terus geber berbagai program untuk meningkatkan angka kunjungan ke homestay,” kata Ipuk.
Selanjutnya, Ipuk juga memaparkan inovasi Pasar Pelayanan Publik yang merupakan pertama di Indonesia. Di Banyuwangi terdapat dua pasar pelayanan publik, yakni di pasar Genteng dan Pasar Rogojampi.
Dijelaskannya, pasar pelayanan publik sebagai upaya pemerataan kualitas pelayanan publik. Mengingat Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Pulau Jawa. Jarak daerah di selatan ke pusat kota bisa dua jam.
“Ini bagian dari pemerataan kualitas pelayanan publik, sehingga warga yang jauh dari pusat kota bisa merasakan layanan dalam standar yang sama dengan warga di kota,” ujar Ipuk.
“Pasar pelayanan publik ini setidaknya ada dua tujuan. Pertama, memudahkan warga mengurus dokumen kependudukan atau izin yang dibutuhkan. Kedua, ikut menggerakkan ekonomi pasar, karena dengan kehadiran unit pelayanan publik ini ikut meningkatkan trafik orang ke pasar tradisional,” pungkasnya.
[hhw]
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.