Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mengecam langkah DPR bersama pemerintah dalam mengesahkan Rancangan Undang-undang Otonomi Baru (DOB) yakni RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan pada Kamis (30/6) kemarin.
Kontras mengkhawatirkan, pascapengesahan DOB ini dilakukan akan memperuncing konflik yang terjadi di Papua antara masyarakat yang menolak dengan aparat keamanan. Sebelumnya, dalam gelombang penolakan masyarakat Papua terhadap DOB disikapi dengan brutal dan represif sehingga menimbulkan banyak korban jiwa.
“Hal ini lagi-lagi merupakan tindakan diskriminatif terhadap OAP, padahal hak menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam pemerintahan merupakan hak konstitusional sebagaimana dijamin dalam UUD 1945,” ujar Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras, Rozy Brilian dalam keterangannya kepada Alinea.id, Jumat (1/7).
Pengesahan RUU DOB juga hampir pasti memperkuat cara pandang sekuritisasi di Papua, sebab pemekaran dalam wujud DOB akan dijadikan sebagai legitimasi pengerahan aparat secara besar-besaran menuju Bumi Cenderawasih.
Dia menjelaskan, provinsi baru otomatis akan menambah satuan keamanan baik kepolisian atau kemiliteran. Sebagai contoh, provinsi baru otomatis akan memunculkan kepolisian daerah (polda), kepolisian resor (polres), kepolisian sektor (polsek), hingga pos-pos polisi baru di Papua. Hal ini terbukti dari langkah kepolisian yang ingin menyegerakan pembangunan polda di tiga provinsi baru tersebut.
Kontras juga mencurigai bahwa pemekaran ada kaitannya dengan kepentingan ekonomi bisnis dan terhambatnya arus investasi di Papua. Selama ini, di berbagai lokasi seperti Kabupaten Intan Jaya disinyalir memiliki kekayaan alam melimpah sehingga sangat menggiurkan untuk dieksploitasi.
Sayangnya, jejak pertambangan selama ini kerap kali mendapatkan penolakan dari berbagai pihak termasuk warga setempat, bupati hingga gubernur. Pemecahan wilayah tentu saja dapat dijadikan sebagai siasat untuk memperlancar aktivitas pertambangan tersebut.
“Pemberlakuan DOB ini akan sangat berbahaya dan tidak akan menjawab permasalahan struktural di Papua. Selain mekanisme yang dibangun tidak partisipatif, kami khawatir bahwa sekuritisasi akan semakin kental di Papua. Hal ini nantinya akan kembali menaikkan eskalasi kekerasan antara aparat keamanan dengan masyarakat yang menolak DOB. Terlebih, kami meragukan bahwa ini murni untuk kepentingan masyarakat Papua, melainkan ada kaitannya dengan kepentingan ekonomi-bisnis dan investasi,” katanya m.
Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.