Kisah SD Swasta di Gunungkidul, Sepi Peminat Hingga Menjelang Usia Senja

Kisah SD Swasta di Gunungkidul, Sepi Peminat Hingga Menjelang Usia Senja

Kisah SD Swasta di Gunungkidul, Sepi Peminat Hingga Menjelang Usia Senja

Gunungkidul: Sebuah bangunan kompleks sekolah di Dusun Trengguno, Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tampak sepi. Gemuruh anak atau sahut-sahutan dalam interaksi pembelajaran sama sekali tak terdengar di telinga. 
 
Tembok bangunan pun tampak seperti termakan zaman. Meski ada sejumlah kendaraan, namun sejumlah sudut tembok termakan lumut seperti menguatkan sekolah ini sudah tak terawat seutuhnya. 
 
Selain itu, area bermain maupun lapangan juga sepi. Meski ada TK dan kapel, kesenyapan tetap ada di setiap sudut sekolah ini. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Begitulah kondisi SD Kanisius Trengguno. Sekolah di bawah yayasan Katolik hampir tutup usia karena sepi peminat. Kemesorotan pendaftar di sekolah itu sudah terbaca dalam beberapa tahun ke belakang. Tak ada satupun siswa baru di daftar presensi sekolah. 
 
“Sudah tiga tahun (sekolah) tidak menerima siswa,” kata Kepala SD Kanisius Trengguno Agnes Rinawati baru-baru ini.
 
Sebenarnya, SD Trengguno sudah berusia matang. Sekolah ini didirikan sejak 1973 oleh yayasannya. Namun, usia tua tak menjamin bisa memiliki pengalaman atau pengaruh lebih. 
 

Dalam catatan Agnes, mulai Tahun Ajaran (TA) 2015/2016 jumlah siswa menunjukkan grafik menurun, yakni sebanyak 9 siswa baru. Berikutnya, 6 siswa pada TA 2016/2017, 7 siswa pada TA 2017/2018, 6 siswa TA 2018/2019, dan hanya 2 siswa pada 2019/2020. 
 
Total siswa di SD Trengguno saat ini hanya 11 anak yang terbagi ke dalam kelas IV, V, dan VI. Sementara, jumlah guru ada tiga orang beserta Agnes sebagai kepala. Dua guru berstatus PNS dan satunya guru yayasan. Guru dari yayasan ini akan ditarik dalam beberapa waktu ke depan. 
 
“Saya ikut mengajar kelas lima,” katanya menyambungkan cerita. 
 
Agnes merupakan guru PNS yang ditugasnya di sekolah itu sejak 1991. Awal ia bertugas, sekolah itu masih menerima puluhan siswa baru saban tahun ajaran baru. 
 
Seiring zaman berjalan, anak di sekitar sekolah sudah tak disekolahkan di SD Trengguno lagi. SD ini sudah kalah saing merebut minat siswa dan orang tua dengan sekolah lain. Ada 6 SD lain yang jadi pesaing SD Trengguno ini. 
 
“Karena hanya sedikit, yayasan memutuskan untuk tidak menerima murid,” kata Agnes. 
 
Agnes mengatakan satu demi satu ruangan di sekolah mulai ditinggalkan dan tak dipakai. Meskipun, struktur bangunan di sekolah itu masih kuat. 
 
Pihak sekolah hanya bisa pasrah dalam situasi itu. Selain guru, sejumlah pekerja di sekolah juga akan turut ditarik yayasan. 
 
“Siswa yang ada dan nantinya lulus kami harap bisa berguna bagi orang tua maupun negara setelah sekolah ini ditutup,” ujarnya seraya menghembuskan napas. 
 
Sekretaris Dinas Pendidikan Gunungkidul Winarno mengatakan penutupan sekolah itu menjadi kewenangan yayasan. Pihaknya kini memikirkan keberadaan sekolah negeri yang kondisinya tak jauh beda. 
 
“Kami akan hati-hati untuk melakukan regrouping (penggabungan) sekolah,” kata dia. 
 

(NUR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!