Pemerintah akan membangun empat pusat data atau data server yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Langkah ini dilakukan agar Indonesia memiliki sistem pemerintahan berbasis elektronik atau electronic government (e-government) yang kuat.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate mengatakan saat ini pemerintah memiliki sekitar 2.700 pusat data dan server di berbagai kementerian dan lembaga. Dari jumlah itu, hanya tiga persen di antaranya yang menggunakan teknologi komputasi awan (cloud). Sedangkan sisanya masih menggunakan teknologi ethernet yang bekerja sendiri-sendiri.
“Sehingga susah sekali pemerintah mau menciptakan sistem pembuatan kebijakan berbasis satu data,” kata Johnny dalam Forum Leader’s Talk Festival Ekonomi Digital Indonesia 2022 di Nusa Dua, Bali, Senin, 11 Juli 2022.
Pemerintah menargetkan bisa menyempurnakan sistem e-government dengan basis data terintegrasi. Tujuannya agar pembuatan kebijakan ke depan dapat dilakukan dengan bersumber pada data.
Selain data yang tercecer, Kominfo mencatat pemerintahan, baik pusat maupun daerah, punya 2.400 aplikasi dengan fungsi berbeda-beda dan penyimpanan data yang berbeda pula. “Makanya tidak efisien,” ucap Johnny.
Johnny mengatakan kondisi itu perlu ditata ulang. “Kami merancang, paling tidak sistem e-government ini hanya memerlukan delapan aplikasi.”
Rencana penataan ulang data dan penyisiran dan penghapusan aplikasi-aplikasi pemerintahan yang tumpang tindih itu, kata Johnny, sudah masuk peta jalan Kementerian Kominfo. “Kami tutup aplikasinya dan pindahkan datanya pelan-pelan, hal ini bisa menghemat dana hingga puluhan triliun.”
Untuk meningkatkan efisiensi dan mengejar cita-cita Indonesia satu data tadi, Johnny mengatakan pemerintah berencana membangun empat pusat data berbasis komputasi awan. Lokasinya tersebar, ada yang di wilayah Jabodetabek, Batam, Labuan Bajo, hingga Ibu Ikota Negara (IKN) Nusantara.
“Yang di dekat Jakarta, akan ground breaking bulan depan, targetnya 2024 selesai dan bisa dipakai. Di saat yang bersamaan kami merancang pembangunan di lokasi lain.”
Selain menggunakan teknologi cloud, tutur Johnny, pusat data ini akan bersifat redundan. “Sehingga bisa saling mem-backup. Kami sebar lokasinya, agar seluruh wilayah Indonesia, termasuk bagian tengah dan timur juga terhubung.” Namun, ia menambahkan, pemerintah juga harus memilih lokasi yang ideal, yakni lokasi yang aktivitas kebumiannya relatif sedikit.
“Kenapa kami memilih Labuan Bajo sebagai salah satu lokasi, karena di sana aktivitas vulkanis bawah lautnya rendah, jadi tidak akan mengganggu jaringan kabel fiber optic-nya,” kata Johnny. “Sedangkan di IKN kami pilih sebagai pengganti rencana pembangunan pusat data di Balikpapan.”
Selain kondisi alam harus mendukung, rencana lokasi pusat data pemerintah itu juga harus memiliki pasokan listrik yang memadai dan terjamin, karena kebutuhan dayanya tinggi. Kemudian jaringan fiber optic pun harus telah tersedia.
Bersamaan dengan rencana itu, Johnny memaparkan, pemerintah juga menargetkan meningkatkan konsumsi data digital perkapita masyarakat Indonesia. Saat ini konsumsi data perkapita Indonesia masih di kisaran 1 watt perkapita. Sedangkan di Singapura, konsumsi datanya sudah setara 100 watt perkapita.
“Perlu upaya besar untuk menyamai konsumi data perkapita seperti negara tetangga,” ujar Johnny. Menurut dia, untuk meningkatkan konsumsi data hingga setara 10 watt perkapita saja, diperlukan pasokan daya listrik hingga 3 gigawatt.
Sumber: Tempo.co
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.