Merdeka.com – Setelah dua tahun absen karena pandemi, Gintangan Bambu Festival kembali digelar di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, Sabtu (27/8). Festival yang dibuka oleh Bupati Ipuk Fiestiandani tersebut berlangsung meriah.
Ratusan warga memadati sepanjang jalan di depan kantor desa, untuk menyaksikan atraksi dan kreativitas warga membuat kostum berbahan dasar bambu. Festival ini digelar hasil dari gotong royong warga Desa Gintangan.
Kostum tersebut diperagakan ratusan peraga mulai anak-anak hingga dewasa. Berbagai model busana yang menonjolkan ornamen bambu dikreasi menjadi kostum khas parade oleh warga Desa Gintangan. Tak hanya batang dan kulit bambu, dedaunan bambu pun disulap menjadi berbagai kostum yang unik, mulai dari kostum bertema etnik hingga futuristik.
“Kostum yang saya pakai bertema Damarwulan. Semuanya dari bambu, sementara sayap dan mahkota terbuat dari daunnya,” ujar Raka.
©2022 Merdeka.com
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, event ini bukan sekadar festival namun menjadi ajang konsolidasi yang baik antar warga. Untuk menyukseskan penyelenggaraannya, warga secara bergotong-royong dan suka rela mengerjakan semua persiapannya.
“Metode festival bukan hanya soal promosi daerah, tapi bagian dari konsolidasi modal sosial, warga bersama-sama menyukseskan, dan ini yang tidak ternilai. Saya sangat mengapresiasi kekompakan dan gotong royong warga Gintangan,” kata Ipuk.
Gintangan Bambu Festival merupakan salah satu mempromosikan kerajinan bambu hasil kreasi warga Desa Gintangan yang merupakan sentra kerajinan bambu di Banyuwangi. Apalagi desa tersebut berada pada posisi strategis dekat bandara dan pusat kota.
Selama ini Desa Gintangan dikenal sebagai sentra kerajinan bambu di Banyuwangi. Produknya bahkan telah diekspor ke mancanegara. Tak hanya itu, bambu Desa Gintangan ini bahkan telah diekspor ke berbagai negara, seperti Jerman, Maldives, dan lainnya.
©2022 Merdeka.com
Waktu yang dibutuhkan untuk mendesain kostum rata-rata berlangsung selama 10 hari. Mulai dari penyiapan bahan baku hingga pembentukan pola dan proses pembuatan.
Sementara untuk biayanya rata-rata peraga menghabiskan Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta rupiah yang merupakan biaya swadaya. “Jadi murah karena bambu bisa didapatkan secara mandiri, biaya hanya keluar untuk aksesoris dan pernak-pernik lainnya,” ujar Kepala Desa Gintangan, Hardiyono.
Menurut Hardiyono Gintangan Bamboo Festival menggairahkan kembali semangat anak muda desa dan tertarik mengikuti event ini. Mereka, lanjut Hardiyono, terkesan dengan uniknya konsep kostum yang menggunakan bambu sebagai material utama.
[hhw]
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.