korannews.com – Para lender dari Investree mulai mengeluarkan unek-uneknya lewat cuitan di Twitter. Ternyata, ada beberapa lender yang mengalami keterlambatan pembayaran imbal hasil pendanaan selama ratusan hari.
Berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia Research di Twitter, akun @Mila81343483 mengaku bahwa Investree sudah telat mengembalikan uang yang disetor olehnya selama 405 hari. Sementara dalam cuitan akun @yseandrv pada 21 Mei lalu, akun Twitter tersebut menunjukkan screenshot beberapa pendanaan yang dilakukannya di Investree, dari empat pendanaan dua di antaranya terlambat 100 hari dan satu lagi 212 hari.
Diberitakan oleh detik, salah seorang lender bernama Raka mengatakan bahwa dirinya sempat melakukan follow up terkait pengembalian dana pada April awal, namun hal itu tidak kunjung terselesaikan. Dia pun diminta melakukan follow up kembali di akhir Mei.
Terkait asuransi kredit, Raka mengatakan setiap uang yang disalurkan akan diasuransikan yang bisa diklaim ketika keterlambatan mencapai 91 hari. Namun hingga lebih dari 200 hari, Raka belum mendapatkan klaim asuransi tersebut.
Menanggapi hal tersebut, pihak Investree mengatakan bahwa mereka masih menunggu pembayaran dari para borrower yang menunggak.
Dalam pendanaan peer to peer lending (p2p lending), terdapat dua istilah yang umum ditemukan yaitu borrower atau pihak peminjam dana dan lender atau yang memberi pinjaman. Meski tidak bisa disebut sebagai investasi, lender seringkali disebut investor p2p lending.
Pendanaan yang satu ini memang cukup menarik lantaran imbal hasilnya yang melebihi deposito atau surat utang negara maupun korporasi. Namun ketahuilah beberapa hal di bawah ini sebelum melakukan pendanaan.
Ketika imbal hasil yang dijanjikan tinggi, maka risiko pendanaan itupun juga tinggi. Para borrower di Investree sejatinya adalah individu maupun institusi pelaku UKM yang membutuhkan dana cepat.
Para borrower juga tidak akan diminta memberikan jaminan berupa aset atas pinjaman tersebut. Adapun jaminan yang diberikan borrower umumnya adalah invoice.
Ketahuilah bahwasannya modal dan imbal hasil Anda di p2p lending tidak akan dijamin layaknya investasi di surat utang negara maupun penempatan deposito di bank yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Cara pendanaan dilakukan dengan lumpsum atau sekali bayar, dan tentunya dengan imbal hasil tinggi maka seseorang bisa saja tergoda untuk menempatkan dana yang berjumlah besar.
Pendana harusnya sadar, makin besar dana yang ditempatkan makin besar pula risikonya. Oleh karena itu, penting sekali untuk menggunakan uang dingin jika kita ingin melakukan pendanaan.
Keberadaan asuransi kredit ditujukan untuk memitigasi risiko gagal bayar pendanaan P2P lending. Namun asuransi tentunya bukan sebagai jaminan, melainkan proteksi tambahan saja.
Akan tetapi, pihak asuransi tidak akan menjamin 100% dana yang dikucurkan lender jika ada gagal bayar dari pihak borrower. Hal itu menandakan bahwa kerugian berupa tergerusnya modal investasi akan tetap ada.
Di samping itu, perjanjian kerja asuransi kredit yang tertera juga melibatkan perusahaan p2p lending dengan borrower bukan ke lender.
Mengacu pada pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan no. 69 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial, bunga yang diterima lender menjadi objek PPh.
Jika lender adalah wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, bunga yang diterima lender akan dipotong PPh sebesar 15%.
Sementara itu jika lender adalah wajib pajak luar negeri, maka penghasilan bunga akan dipotong PPh 26 dengan tarif 20%.