JawaPos.com-Jonatan Christie hanya berjarak satu angka saja dari medali pertamanya di kejuaraan dunia. Namun, pencapaian besar yang sudah ada di depan mata itu, tiba-tiba mengabur dan hilang.
Jonatan sudah mencapai match point dalam posisi nyaman 20-15 melawan unggulan keempat asal Taiwan, Chou Tien-chen pada perempat final Kejuaraan Dunia 2022.
Sayang, Jonatan tak berhasil untuk meraih satu angka itu. Dia malah kehilangan tujuh angka beruntun dan kalah sangat menyakitkan dengan skor 20-22 di game ketiga.
Jonatan gagal ke semifinal Kejuaraan Dunia 2022 Tokyo, gagal untuk setidaknya meraih perunggu. Jonatan tumbang dengan skor akhir 21-14, 11-21, dan 20-22.
“Satu, dua poin itu sangat penting. Sayang sekali tadi saya tidak bisa menyelesaikan pertandingan dengan kemenangan,” ucap Jonatan dikutip dari siaran pers PP PBSI.
“Hal ini harus saya bayar mahal sekali. Karena saya harus menunggu satu tahun lagi (untuk bermain di kejuaraan dunia). Dan kita tidak pernah tahu, kesempatan itu akan datang lagi atau tidak,” imbuh Jonatan.
Pelatih tunggal putra Indonesia Irwansyah mengatakan bahwa pola, tempo, dan strategi yang dibangun Jonatan pada awal game ketiga, sebetulnya sudah berjalan dengan baik. Jonatan mampu mengontrol pertandingan dan memimpin jauh dalam kedudukan 18-11 dan 20-15.
Irwansyah sangat paham bahwa Chou adalah pemain yang sangat bagus dalam permainan netting. Oleh karena itu, Irwansyah menginstruksikan kepada Jonatan agar jangan sampai Chou memaksimalkan senjatanya yang paling berbahaya.
Tempo dan kecepatan permainan harus benar-benar dijaga. Jonatan dituntut untuk terus menekan, jangan sering mengumpan. Sebab ini bakal membuat Chou leluasa untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Awalnya, siasat itu berjalan baik. Tetapi ketika mencapai match point 20-15, Jonatan malah terpancing dan terjebak dengan pola yang dikembangkan Chou. Dia banyak mengangkat bola, mengumpan, dan bermain net.
Inilah yang membuat Jonatan lantas tertekan dan akhirnya kalah dengan sangat menyakitkan.
“Jadi memang ada sedikit salah strategi,” aku Irwansyah kepada JawaPos.com.
“Polanya sebetulnya sudah bener. Kontrol dulu, kalau ada kesempatan baru diserang. Kedua pemain ini, Jonatan dan Chou Tien-chen hari ini sama-sama nggak gampang dimatikan. Jadi strateginya adalah terus menyerang dan harus berusaha menghindari permainan di depan net.”
“Tetapi terakhir-terakhir, Jonatan malah kepancing dengan permainan net yang biasa. Harusnya dalam strategi yang kami kembangkan, kalaupun bermain net, bolanya harus dipanjangkan. Ini agar Chou tidak bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya,” imbuh Irwansyah.
Dan benar saja, ketika Chou mulai bangkit dan mengejar, Jonatan menjadi panik dan terkekan. Seharusnya dalam situasi yang seperti itu, kata Irwansyah, Jonatan harus lebih berani.
Jonatan jangan gentar untuk terus menekan. Dia harus sering menembak dan melancarkan serangan-serangan dengan berbagai variasi smes. Bahkan, kalau perlu, Jonatan harus nekat untuk melakukan spekulasi. Misalnya dengan agresif menyerobot bola ketika Chou melakukan servis.
Tetapi sayang, Jonatan tidak melakukan itu semua.
“Karena ini cuma satu poin lagi, harusnya menekan, jangan dikasih umpan. Sebab kalau dikasih umpan, Chou Tien-chen malah semakin berani untuk melakukan smes-smes spekulatif,” ucap Irwansyah.
Tetapi apapun, kata Irwansyah, semuanya sudah terjadi. Setelah pertandingan, dia juga sudah ngobrol dengan Jonatan. Pemain nomor tujuh dunia tersebut, tambah Irwansyah, begitu terpukul. Jonatan tenggelam dalam kekecewaan yang begitu mendalam. Jonatan luar biasa down.
“Kami sebagai pelatih, mencoba untuk menyemangati agar dia bisa kembali termotivasi. Pasti satu hari ini, satu malam ini, dia akan terus terpikir momen ini. Karena memang benar-benar nggak nyangka. Karena medali itu sudah ada di depan matanya,” kata pelatih yang pernah berkarier di Republik Irlandia dan Inggris tersebut.
“Tetapi apapun, ini memang harus diikhlaskan. Nggak boleh balik lagi ke perasaan kecewa dan menyesal. Kita mau menatap ke depan. Masih banyak kejuaraan-kejuaraan lain yang menanti. Ada kejuaraan dunia lagi tahun depan, lalu ada Olimpiade. Jonatan harus kuat menerima ini semua,” imbuh Irwansyah.
Irwansyah sadar bahwa Jonatan kerap mengalami masalah seperti malam ini. Unggul jauh, terkejar, tertikung, dan akhirnya kalah.
Sebelum tragedi perempat final Kejuaraan Dunia 2022, tahun ini Jonatan mengalami kejadian menyesakkan pada final Korea Open.
Saat itu, Jonatan sudah di ambang untuk meraih gelar Super 500 pertama dalam kariernya. Pada game pertama final, Jonatan sudah unggul sangat mantap dengan skor 21-12 melawan pemain Tiongkok Weng Hongyang.
Pada game kedua, Jonatan juga mengontrol pertandingan dan berpeluang sangat besar untuk menang. Sebab, dia sudah leading 19-16. Tetapi tiba-tiba saja, Jonatan kehilangan lima angka beruntun dan akhirnya tumbang di game kedua dengan skor 19-21.
Di game ketiga, Jonatan gagal bangkit dan kalah dengan skor 15-21. Saat dalam posisi cuma tertinggal satu angka (15-16) Jonatan lagi-lagi kehilangan lima angka beruntun dan akhirnya takluk dengan skor 15-21.
“Memang harus ada perubahan ketika Jonatan berada di poin-poin seperti itu. Dia harus lebih berani. Jangan kendor sedikitpun. Sebab situasi ini cukup sering terjadi,” kata Irwansyah.
“Hari ini adalah pengalaman pahit. Tetapi ya harus ditelan. Ada sebuah pelajaran besar yang kami dapatkan, harus ada perubahan. Sebab kalau dipikir-pikir, ini kan tinggal satu poin lagi.”
“Betul bahwa ini bukan rezeki. Jonatan belum dikasih oleh Tuhan. Tetapi ya harus ada yang berubah. Dia jelas nggak mau ini terjadi lagi. Saya sebagai pelatih juga nggak ingin ini terjadi,” imbuh Irwansyah.
Irwansyah sendiri memilih untuk tidak marah atas kekalahan Jonatan hari ini. Irwansyah memutuskan untuk lebih banyak memberikan arahan dan nasihat. Dan yang jelas, Irwansyah berjanji tidak lelah untuk menyemangati Jonatan agar cepat bangkit.
“Ini bukan akhir cerita. Masih ada banyak lagi kejuaraan-kejuaraan lain di dunia. Hari ini sudah habis, ya habis. Yang diperlukan Jonatan adalah dukungan. Nggak perlu lagi bagi saya untuk mencari-cari kesalahannya. Untuk apa dimarahin? Untuk apa disalahkan? Wong sudah terjadi,” kata Irwansyah.
“Waktu dia nunduk di kursi tempat kami duduk di lapangan tadi, saya berkata kepada Jonatan bahwa ini sudah terjadi. Momen itu tidak bisa balik lagi. Jadi dia harus belajar untuk lebih kuat dan lebih bagus ke depannya. Harus semangat lagi.”
“Nggak ada yang harus disalah-salahkan. Sudah tidak ada artinya. Dia juga sudah down banget. Saya juga sebagai pelatih merasa berat karena ingin sekali melihat Jonatan meraih medali. Sekarang yang akan kami lakukan adalah koreksi. Apa yang harus dibenahi, pasti akan kami benahi,” tambah Irwansyah.
*
Selain Jonatan, Anthony Sinisuka Ginting juga gagal ke perempat final Kejuaraan Dunia 2022. Hari ini, Ginting dikalahkan unggulan pertama dan pemain nomor satu dunia asal Denmark Viktor Axelsen. Ginting kandas dalam dua game langsung dengan skor 10-21 dan 10-21.
Menurut Irwansyah, kendala besar Ginting dalam pertandingan ini adalah shuttlecock yang relatif lebih berat. Itu menyulitkan Ginting sebagai pemain bertipe ofensif.
Sebagai pemain menyerang, Ginting harus mengontrol permainan dengan tempo tinggi. Tetapi, alur serangannya sama sekali tidak maksimal. Pertama karena shuttlecock yang tidak cocok dengan gaya permainannya. Dan kedua, pada akhirnya, serangan-serangan itu susah sekali menembus pertahanan rapat Axelsen.
“Karena itulah di awal-awal, saat mengetahui serangannya kena terus oleh Axelsen, pikiran Ginting sedikit goyang. Apalagi ketika bola diangkat, bola itu malah out. Jadi dia semakin ragu.”
“Tetapi itu bukan alasan. Sebab semua pemain mengalaminya. Pemain harusnya menyesuaikan dengan apapun kondisinya. Tetapi kalau saya boleh berbicara soal teknis, bola lambat itu berpengaruh sekali kepada permainan Ginting,” ucap Irwansyah.
Jonatan dan Ginting akan beristirahat sebentar setelah kekalahan ini. Tetapi, mereka harus berlaga lagi di Japan Open 2022 yang berlangsung di Maruzen Intec Arena, Osaka, mulai 30 Agustus.
Saat ini, Jonatan dan Ginting fokus untuk menjalani recovery dan peningkatan kondisi fisik bersama fisioterapis PP PBSI. Sedangkan Chico Aura Dwi Wardoyo yang sudah kandas pada babak pertama Kejuaraan Dunia 2022, tetap berlatih seperti biasa bersama Irwansyah.
“Kami nggak mau ini terjadi. Jonatan dan Ginting nggak mau hasil hari ini terjadi. Tetapi apapun, saya tetap bangga kepada mereka,” kata Irwansyah.
“Saya sebagai pelatih mereka, ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan masyarakat Indonesia. Mudah-mudahan pada kejuaraan di depan, kami bisa berprestasi lagi, bisa juara lagi, bisa lebih bagus hasilnya,” tambahnya.
Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.