korannews.com – Belum lama ini, perusahaan milik Mardigu Wowiek yaitu Santara (PT Santara Daya Inspiratama jadi sorotan usai terkena semprit Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan alasan perlindungan konsumen. Perusahaan Mardigu adalah penyelenggara layanan equity crowdfunding (ECF), lantas apa bedanya dengan security crowdfunding (SCF)?
Disebut crowdfunding karena fokus mereka adalah menjadi penyelenggara layanan urun dana berbasis teknologi. Tapi, meski sama-sama menggunakan istilah crowdfunding, ECF dan SCF adalah sesuatu yang berbeda.
Berikut adalah keunggulan dan risiko investasi SCF, serta perbedaannya dengan ECF.
Kedua platform ini sama-sama bertujuan untuk membantu pengusaha mendapatkan akses pendanaan bisnis, sekaligus memudahkan investor berinvestasi di perusahaan tertutup.
Namun SCF seringkali disebut sebagai penyempurnaan dari ECF, karena mereka memperluas pendanaannya ke berbagai jenis perusahaan.
Intinya, di SCF Anda bisa mendanai badan-badan usaha yang tidak hanya yang berstatus perseroan terbatas (PT), namun ada juga yang berupa NV, firma, CV, dan lain sebagainya.
Sesuai dengan namanya, ECF adalah “equity,” maka efek yang bisa Anda dapatkan di ECF adalah saham. Sementara SCF adaah security (sekuritas/surat berharga), jenis dari surat berharga itu cukup beragam.
SCF menawarkan saham, saham syariah, obligasi, dan sukuk. Intinya, di sini Anda bisa mendapatkan aset investasi berbentuk penyertaan atau berbentuk utang.
Sesuai dengan sifatnya, jika Anda membeli saham atau saham syariah maka ada potensi dividen yang bisa didapat. Namun jika Anda membeli obligasi atau sukuk, maka investasi itu akan menghasilkan imbal hasil tetap setiap bulannya.
Patut diketahui pula bahwa obligasi maupun sukuk yang ada di SCF sangat beragam. Bahkan ada yang tenornya hanya 5 bulan.
SCF diatur dalam POJK 37/2018 terkait layanan crowdfunding dengan berbasi saham dan saham syariah. Aturan ini kini telah diperbarui OJK menjadi POJK 57/2020 yang mengatur penawaran efek lewat layanan urun dana berbasis teknologi informasi.
Oleh karena itu, jika Anda memang tertarik maka penting sekali untuk memperhatikan kredibilitas dan legalitas penyelenggara layanan.
Jangan sampai Anda memilih perusahaan yang tidak berizin dan berada di bawah pengawasan OJK.
Bisa dibilang, berinvestasi di SCF sejatinya mirip dengan investasi pasar modal. Akan tetapi, SCF memberikan imbal hasil dari bisnis sektor riil, sementara di Bursa Efek Indonesia (BEI), orientasi keuntungannya bisa saja berupa capital gain dari sekuritas yang Anda beli.
Imbal hasil SCF juga sangat tinggi, namun hal itu juga diikuti dengan risikonya yang tinggi.
Sebut saja, belum lama ini salah satu platform SCF menawarkan sukuk untuk pembangunan 10 unit rumah dengan nilai bisnis Rp 1,08 miliar. Adapun besaran imbal hasilnya adalah 5,4% dengan periode investasi 5 bulan saja.
Selain itu ada pula sukuk dengan imbal hasil 18% per tahun untuk pendanaan pesanan e-bike senilai Rp 2 miliar.
Surat-surat utang yang ada di ECF bisa saja diterbitkan oleh perusahaan kecil yang berstatus CV dan lain sebagainya. Lain halnya dengan obligasi-obligasi di pasar modal yang sebagian penerbitnya adalah negara dan korporasi.