korannews.com – Perekonomian Indonesia berangsur-angsur pulih setelah terdampak pandemi COVID-19 selama 2,5 tahun. Namun, pemulihan ekonomi itu kini dihadapkan pada tantangan baru berupa inflasi tinggi.
Seiring dengan krisis energi dan krisis pangan yang melanda dunia akibat pengaruh perang Rusia-Ukraina, gelombang inflasi tinggi mulai merebak di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Namun, laju inflasi Indonesia masih terbilang terkendali jika dibandingkan sejumlah negara yang tergantung pada pasokan dari Rusia dan Ukraina, seperti Argentina 83,5 persen pada September 2022.
BPS merilis pada September 2022, Indonesia mengalami inflasi sebesar 1,17 persen, sedangkan inflasi tahun kalender (Januari–September) 2022 sebesar 4,84 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2022 terhadap September 2021) sebesar 5,95 persen.
Kepala Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Erwin Soeriadimadja mengatakan bank sentral berupaya agar inflasi berada di bawah 5,0 persen untuk menjaga daya beli masyarakat.
Akan tetapi pada September 2022 sudah menembus 5,95 persen, sehingga diperlukan langkah-langkah serius dari berbagai pihak terkait untuk mengendalikannya.
Kenyataan itu memang sudah nyaris 6,0 persen. Artinya perlu disikapi dengan serius, apalagi ada kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Kenaikan inflasi dipengaruhi banyak hal, selain adanya faktor eksternal, yakni ketidaklancaran pasokan global.
Studi International Monetary Fund (IMF) menyebutkan kini terdapat 305 juta orang yang terdampak krisis pangan. Bahkan, kondisi ini semakin memprihatinkan bagi negara-negara yang tergantung pasokan dengan Rusia dan Ukraina.
Selain itu, adanya faktor internal, yakni kenaikan harga pangan ketetapan pemerintah, yakni bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September lalu juga turut mengerek inflasi.
Karnanya BI meminta pemerintah daerah (pemda) di Sumatera Selatan untuk menjaga kestabilan harga pangan karena memiliki berpengaruh besar terhadap laju inflasi, selain harga BBM.
Selain itu, pemda juga diminta segera menyalurkan program subsidi pangan untuk meredam gejolak inflasi, setelah adanya kenaikan harga BBM ini.
BI memberikan ruang bagi pemda-pemda untuk melakukan gerakan pengendalian inflasi pangan sesuai arahan dari pemerintah pusat.
BI sebagai Ketua Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) menilai langkah yang paling tepat adalahmenyalurkan secepatnya subsidi yang sudah diatur oleh Kementerian Dalam Negeri, seperti subsidi ongkos angkut dan subsidi pangan dan lainnya.
Untuk itu, BI terus mendorong pemda melakukan tujuh langkah Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), dengan enam langkah, di antaranya perbaikan pasokan dan dukungan anggaran pemerintah daerah.
Yang jelas, gejolak inflasi yang berpengaruh pada daya beli masyarakat ini juga dipengaruhi oleh momen menjelang akhir tahun dan kelancaran pasokan dan distribusi pangan.
Sejauh ini berdasarkan pantauan ANTARA, gejolak harga pangan yang paling terasa pada komoditas beras. Harga beras kelompok medium bergerak dari kisaran Rp10.000 per Kg menjadi Rp12.000 per Kg.
Berdasarkan data terkini Bank Indonesia Sumsel, harga beras mengalami kenaikan tertinggi 4,31 persen (mtm) disusul cabai rawit 3,95 persen, bawang putih 1,65 persen, daging sapi 0,84 persen. Sementara komoditas, seperti cabai, bawang merah, gula pasir, daging ayam dan minyak goreng justru turun.
Pasar Murah
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menggelar pasar murah beras di Kota Palembang dan 16 kabupaten/kota lainnya untuk membantu masyarakat miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan pangan akibat adanya kenaikan harga.
Pemprov bekerja sama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) akan menyebar beras ke warga miskin dengan harga Rp5.000 per kilo gram (Kg).
Pemprov mengucurkan subsidi senilai total Rp1,1 miliar untuk menyediakan 150 ton beras kategori medium yang dijual ke masyarakat miskin hingga gejolak kenaikan harga terkendali.
Pada tahap awal, program pasar murah ini menyasar 30 pasar di Palembang.
Alokasi dana ini bersumber dari pos belanja tak terduga (BTT) sesuai dengan instruksi Presiden RI Joko Widodo terkait penggunaan dana transfer umum (DTU) sebesar 2 persen, yang mana untuk penanggulangan dampak inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Program operasi pasar dengan subsidi dari kantong APBD bakal diikuti pemerintah kabupaten/kota yang ada di Sumsel. Namun besarannya disesuaikan kemampuan tiap pemda.
PemprovSumsel memberikan subsidi senilai Rp4.450 per kg dari harga awal Rp9.450 per kg. Sehingga dengan subsidi itulah, warga bisa membeli beras murah Rp5.000 per kg dengan mekanisme kupon.
Program ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat yang tak menutup mata atas kenaikan harga beras yang terjadi sejak satu bulan terakhir.
Perlu diingatkan bahwa program ini untuk masyarakat miskin. Karena itujangan ada yang mencari-cari kesempatan, khususnya mereka yang tergolong kaya.
Salah seorang penerima bantuan Sripah, warga 3 Ilir Palembang, mengaku merasa terbantu atas program ini.
Sebulan terakhir ini harga beras naik, sampai-sampai dia membeli beras murah yang banyak hancurnya. Beras dengan kualitas rendah itu harganya mencapai Rp9.500 per Kg.
Kepala Perum Bulog Divre Sumsel Babel Eko Hari Kuncahyo menambahkan sejak awal tahun hingga September 2022 sudah menyalurkan beras murah dalam Operasi Pasar sebanyak 28.000 ton.
Hingga kini Bulog terus melakukan penyerapan beras terhadap beras petani, dan masyarakat tak perlu khawatir karena stok yang ada dapat di-cover sampai awal tahun 2023.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, menganggarkan dana APBD senilai Rp15 miliar untuk menekan inflasi setelah adanya penetapan kenaikan harga bahan bakar minyak.
Penganggaran itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib Dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun 2022.
Berdasarkan PMK tersebut maka pemerintah daerah wajib menyalurkan sejumlah 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk bantuan sosial.
Adapun total alokasi 2 persen DTU pada triwulan IV Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin senilai Rp15.598.294.590.
Pengalokasian anggaran itu, di antaranya untuk pemberian bantuan sosial kesejahteraan keluarga dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Kemudian, penciptaan lapangan kerja melalui kegiatan padat karya di 15 kelurahan serta subsidi sektor transportasi untuk tukang ojek, angkot dan perahu mesin.
Sementara itu, Pempro Sumsel meminta penambahan alokasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Permintaan itu dinilai wajar mengingat alokasi KUR tahun 2021 terserap optimal dengan rasio kredit bermasalah (NPL) nyaris nol persen.
Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan alokasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp8 triliun pada 2022 atau meningkat sekitar 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
KUR di Sumsel terserap 100 persen di Sumsel. Bahkan untuk kuota 2022 sudah hampir habis.
Adanya bantuan modal usaha berbunga rendah ini sangat dibutuhkan masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan setelah pandemi.
Perekonomian Indonesia mengalami tekanan hebat saat pandemi, begitu juga seluruh negara di dunia. Dalam masa dua tahun itu pemerintah menyalurkan dana hingga ratusan triliun untuk membantu masyarakat bertahan terhadap situasi tersebut.
Namun, upaya ini mendapatkan ganjalan seiring dengan meningkatnya eskalasi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina.
Kini dunia dihadapkan persoalan baru, yakni keterbatasan pasokan pangan dan energi, yang tentunya berimbas bagi Indonesia. Dibutuhkan lagi langkah-langkah antisipasi, dan tentunya Indonesia tak mau menyia-nyiakan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi.