Bisnis  

Cek Fakta Utang RI, Bakal Seperti Argentina & Sri Lanka?

Cek Fakta Utang RI, Bakal Seperti Argentina & Sri Lanka?

Cek Fakta Utang RI, Bakal Seperti Argentina & Sri Lanka?

korannews.com – Sejumlah negara di dunia kini tengah terlilit utang menggunung, tak lepas dari situasi ekonomi yang makin tak pasti. Salah satunya adalah Sri Lanka yang gagal membayar utang luar negerinya sebesar US$ 51 miliar.

Sri Lanka bukanlah satu-satunya negara yang terjerat utang yang membengkak. Argentina misalnya, kini utangnya bahkan sudah melebihi Sri Lanka menembus angka lebih dari Rp 515 triliun.

Rincian utangnya tersebar dalam beberapa denominasi, dengan mayoritas dalam mata uang dolar Amerika Serikat sebesar US$29,4 triliun atau setara 60,9% dari total utang. Data dari Refinitiv juga menunjukkan utang dalam mata uang lokal sebesar ARS13,3 triliun (27,56%) dan EUR4,3 triliun (8,93%). Ketiga denominasi itu mencakup 97,39% dari total utang Argentina.

Lantas, bagaimana dengan posisi utang luar negeri Indonesia?

Kendati sejumlah negara tengah menghadapi lonjakan utang, utang luar negeri Indonesia justru mengalami tren penurunan, terutama utang yang bersumber dari valuta asing (valas).

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada Agustus 2022 tercatat US$ 397,4 miliar, turun dibandingkan dengan posisi sebelumnya sebesar US$ 400,2 miliar.

Salah satu penyebab penurunan tersebut adalah pembayaran yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas utang pemerintah yang jatuh tempo.

Data BI menunjukkan, posisi ULN Agustus 2022 mengalami kontraksi sebesar 6,5% secara year on year (yoy). Posisi ini lebih dalam dibandingkan dengan penurunan pada bulan sebelumnya yang sebesar 4,1% (yoy).

Dalam penjelasan BI, semakin kecilnya ULN pemerintah disebabkan pelunasan pinjaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan penarikan dalam mendukung pembiayaan program dan proyek prioritas.

Sementara itu, instrumen Surat Berharga Negara (SBN) secara neto mengalami kenaikan posisi.

“Seiring dengan peningkatan inflow pada SBN domestik yang mencerminkan kepercayaan investor asing yang tetap terjaga di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Direktur Departemen Komunikasi Junanto Herdiawan dalam siaran pers.

Di sisi lain, BI mengungkapkan ULN swasta juga melanjutkan tren penurunan.

Posisi ULN swasta pada Agustus 2022 tercatat sebesar US$ 204,1 miliar , menurun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar US$ 206,1 miliar. Secara tahunan, ULN swasta terkontraksi 2,0% (yoy), lebih dalam dari kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 1,2% (yoy).

Perkembangan tersebut disebabkan oleh kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 3,6% (yoy) dan 1,6% (yoy) antara lain karena pembayaran neto utang dagang dan kewajiban lainnya.

Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor industri pengolahan dengan pangsa mencapai 77,5% dari total ULN swasta.

Junanto mengatakan ULN tersebut tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 75,1% terhadap total ULN swasta.

“Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.”

Sementara itu rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 30,4%, menurun dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 30,7%.

Selain itu, lanjutnya, struktur ULN Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,1% dari total ULN.

Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Junanto menegaskan BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkas Junanto.

Exit mobile version