TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Ary Egahni Ben Bahat menyoroti soal restoratif justice yang digaungkan oleh Jaksa Agung dan jajaran.
Ary Egahni Ben Bahat pun mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung itu, dimana sangat menyentuh rasa keadilan bagi masyarakat, yang kemudian mendatangkan kebaikan.
Dimana, setiap perbuatan pidana yang dibawah nilai Rp. 2,5 juta tidak berujung pada pemidanaan dan dapat diselesaikan dengan restoratif justice bagi kedua belah pihak yang bersengketa.
Namun, ia pun menyoroti perihal dana desa dimana dana yang begitu besar kemudian adanya kekeliruan dalam mengelola, karena keterbatasan pengetahuan dan jenjang pendidikan para kades/pejabat desa sehingga berujung menjadi tersangka.
Sehingga, akibat kekeliruan atau penyalahgunaan itu perkara kades dengan penyalahgunaan dana desa belum bisa diakomodir untuk diselesaikan dengan restoratif justice.
Hal tersebut disampaikan Ary Egahni Ben Bahat dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), pada Selasa (23/8/2022).
“Kepada Jaksa Agung untuk bagaimana mencari jalan keluar dan memberikan payung hukum atau legal standing dengan pendekatan yang humanis, luhur, dan bermartabat serta tetap dalam koridor hukum kepada para kepala desa. Karena kepala desa menjabat diamanatkan dengan dana desa, dan anggaran dana desa yang rata-rata masing-masing Rp 1 miliar,” kata Ary Egahni Ben Bahat.
Ary Egahni Ben Bahat menyebutkan berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak sekali kepala desa tersandung masalah hukum, dan berujung menjadi tersangka.
Padahal sebagian besar dari kepala desa masih kurang memahami tentang penggunaan dana desa.
“Dengan sumber daya manusia yang juga terbatas, sehingga membuat mereka dalam melaksankan tugas tanggung jawabnya, dalam menggunakan anggaran dana desa sering tersandung maladministrasi,” terangnya.
Baca juga: Gus Menteri: Dana Desa Boleh Digunakan Untuk Apa Saja Terkait Ekonomi dan Pengembangan SDM
Legislator asal Kalimantan Tengah itu pun ingin masalah ini menjadi perhatian Jaksa Agung dan seluruh jajarannya. T
entunya, dari tingkat Kejaksaan Tinggi sampai Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
“Untuk bagaimana melakukan penegakan hukum yang humanis dalam menangani kasus-kasus hukum yang terjadi dengan kepala desa,” jelasnya.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.