korannews.com – Pihak aparat keamanan Texas , Amerika Serikat, telah mengetahui identitas pelaku penembakan di pusat perbelanjaan kota Dallas yang menewaskan delapan orang, termasuk anak-anak.
Menurut polisi, pelaku penembakan bernama Mauricio Garcia, warga Dallas berumur 33 tahun.
Seorang anggota kepolisian telah menembak mati Garcia setelah dia menembakkan senjatanya ke arah para pengunjung mal Allen Premium Outlets di kawasan pinggir kota Dallas Selatan.
Para penyelidik sedang meninjau media sosial untuk mengetahui ideologinya, demikian dilaporkan CBS, mitra BBC di AS.
Saat melakukan aksi penyerangan, dia mengenakan emblem dengan tulisan RWDS yang merupakan singkatan dari “Pasukan Kematian Sayap Kanan”.
Kalimat itu populer di kalangan ekstremis sayap kanan dan kelompok supremasi kulit putih.
“Pertanyaannya kini apakah dia termotivasi oleh ideologi tersebut dan apakah dia memiliki hubungan dengan orang-orang yang mengusung ideologi serupa,” kata seorang sumber penegak hukum kepada CBS.
Ketika beraksi, Garcia menggunakan senapan jenis AR-15 dan mengenakan pakaian khusus tempur.
Garcia juga membawa pistol tangan, dan banyak senjata lainnya serta amunisi ditemukan dalam mobilnya, kata pihak penyelidik.
Pada Minggu (7/5/2023), Presiden AS Joe Biden mendesak agar senjata serbu seperti yang digunakan dalam penembakan mal itu dilarang.
Biden menyesalkan apa yang ia sebut sebagai tindakan kekerasan senjata terbaru yang menghancurkan bangsa AS itu.
Setelah mengetahui bahwa ada anak-anak yang tewas dalam serangan itu, Biden mengatakan terlalu banyak keluarga kini memiliki kursi kosong di meja makan mereka/
Ia meminta Partai Republik selaku pihak oposisi untuk mendukung pengetatan aturan pengendalian senjata.
Gubernur Texas dari Partai Republik, Gregg Abbott, memiliki pandangan berbeda dengan Presiden Biden terkait perlunya pengendalian senjata yang lebih ketat.
Ketika ia diwawancarai media Fox News pada Minggu, Abbott mengatakan fokusnya lebih ke arah kepemilikan senjata di kalangan para penjahat dan menangani meningkatnya krisis kesehatan mental, ketimbang larangan senjata yang lebih luas.
“Ini adalah sesuatu yang kami sudah berusaha menangani lebih dari satu tahun belakangan, dan ada beberapa solusi berpotensi yang mudah seperti membuat peraturan, yang sedang kami kerjakan,” kata Abbot.
“Agar dapat merampas senjata dari tangan penjahat berbahaya dan meningkatkan hukuman bagi para penjahat yang memiliki senjata. Satu hal yang kami amati dengan mudah adalah adanya peningkatan dramatis terkait kemarahan dan kekerasa yang sekarang terjadi di Amerika,” ucapnya.
“Dan apa yang sedang dilakukan Texas dalam skala besar, kami berupaya untuk menangani kemarahan dan kekerasan itu dengan menindak akar masalahnya, yakni masalah kesehatan mental,” terang Abbot.
Garcia dilaporkan bekerja sebagai satpam saat penembakan dan tidak memiliki riwayat kejahatan serius sebelumnya.
Rekaman menunjukkan Garcia keluar dari kendaraan di tempat parkir mal dan mulai menembak orang-orang yang lewat secara tiba-tiba.
Seorang perempuan yang bekerja di mal mengatakan ia mendengar tentang serangan itu pertama kali saat seorang pengunjung mendekatinya dan berkata, “Kalian semua harus menutup pintu-pintu”.
“Saya bingung. Setelah itu kami mendengar suara tembakan… Kami hanya bisa mendengar 50 sampai 60 tembakan,” katanya.
Dia menyebut, orang-orang berusaha tenang semampunya.
“Kami berusaha untuk menenangkan para pelanggan… Kami menutup pintu, semua (toko) tutup. Tidak ada orang yang bisa membeli apa-apa. Kami semua bersembunyi di belakang,” jelasnya.
Seorang saksi mata lain, Elaine Penicaro, mengatakan ia baru selesai belanja saat ia mendengar banyak sekali suara letusan.
“Sehingga kami semua hanya bisa berhenti. Namun satu detik kemudian, ada suara [letusan] dor, dor, dor, dor. Dan kami melihat nyala api berterbangan di depan kami. Jadi kami langsung berlari ke toko Converse. Kami mengunci pintu. Kami semua menunduk di belakang dan diam di sana,” kata Penicaro.
Berbicara kepada CBS, Steven Spainhouer menggambarkan saat ia bergegas pergi ke lokasi penembakan setelah mendapat laporan dari anak laki-lakinya tentang penembakan.
Ia menyebutnya sebagai kerusakan yang tak terbayangkan.
Spainhouer mengatakan, setidaknya tiga korban gagal diselamatkan meski ia telah memberikan pertolongan pertama.
”Perempuan pertama yang saya temukan sedang menunduk di balik semak-semak. Saya mencari detak nadi, menggeser kepalanya ke samping, dan dia tidak memiliki muka,” jelas dia.
Spainhouer kemudian membantu anak laki-laki yang berbaring di bawah mayat ibunya.
”Saat saya menggeser ibunya, dia keluar. Saya bertanya apakah ia baik-baik saja, dan dia mengatakan ‘Ibu saya terluka, ibu saya terluka’. Daripada membuat dia semakin trauma, saya membawanya ke pinggiran dan membantunya duduk,” terang dia.
Anak laki-laki itu berlumuran darah dari atas sampai bawah, kata Spainhouer.