Sekelompok profesional secara sukarela mengisi kelas-kelas di sejumlah sekolah dasar di Yogyakarta selama satu hari. Mereka ingin memberi inspirasi kepada anak-anak di bangku sekolah tersebut untuk berani memilki cita-cita dan tahu bagaimana cara menggapainya.
Sebagai dokter, Ayuanni Citra Dewi Qomari, biasa menghadapi pasien di ruang kerjanya. Namun, pada Jumat (22/7) dia menghabiskan hari di depan kelas, mengajar anak-anak SD Negeri Bogo, di Bantul, Yogyakarta. Kepada mereka, Ayu bercerita suka duka dan perjuangan menjadi dokter, dan para siswa pun leluasa bertanya tentang bagaimana cara menjadi dokter, termasuk soal biaya yang setahu mereka mahal.
“Meskipun biaya kuliah di Fakultas Kedokteran mahal, tetapi program beasiswa ada banyak sekali. Yang terpenting dalam meraih impian kita, adalah semangat dari dalam diri sendiri untuk mau berdoa dan terus belajar,” kata Ayu kepada para siswa itu.
Ayu juga mengenalkan tentang pentingnya memiliki target. Dia sendiri sudah bercita-cita menjadi seorang dokter sejak kelas 2 SD, dan berusaha memenuhi targetnya hingga benar-benar menjadi dokter seperti saat ini.
Proses semacam itulah yang membuka wawasan siswa SD di banyak tempat untuk memahami pentingnya memiliki cita-cita, dan bersikap konsisten dalam memperjuangkannya. Kelas Inspirasi Yogyakarta (KIY), hadir sejak 2013 karena memahami pentingnya siswa mendengar sendiri cerita tentang profesi impian, dari orang-orang yang sudah menjalaninya.
Kelas Inspirasi Yogyakarta
KIY tahun ini kembali hadir di 15 SD, di empat kabupaten dan satu kota di Yogyakarta, setelah mengalami jeda akibat pandemi COVID-19. Acara utama yang digelar pada Jumat (22/7) disebut sebagai Hari Inspirasi, di mana para relawan datang dengan muatan informasi dan inspirasi tentang beragam profesi. Mayoritas sekolah yang didatangi, berada di daerah pinggiran dengan akses yang terbatas dalam banyak hal.
Pada pelaksanaan KIY ke-8 ini, tema yang dibawa adalah “Bhineka Cita Tunggal Carita.” Koordinator KIY 8, Sidiq Triwaskitho, menyatakan tema itu bermakna ada bermacam profesi yang berpartisipasi serta beragam cita-cita yang dimiliki anak-anak yang diceritakan dalam satu kegiatan, yaitu Kelas Inspirasi Yogyakarta.
“Kegiatan ini melibatkan setidaknya 117 relawan pengajar, yang berasal dari berbagai macam profesi, seperti dokter, perekam medis, auditor forensik, IT consultant, penyiar berita, engineer, pengusaha, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan berbagai profesi lain,” kata Sidiq.
Relawan datang dari berbagai kota di Indonesia ke Yogyakarta dengan biaya sendiri. Bukan hanya sebagai pengajar, kegiatan ini juga didukung 61 relawan dokumentator, untuk merekam seluruh sesi mengajar para relawan di 15 sekolah. Relawan dokumentator berasal dari profesional maupun penghobi fotografi. Ada juga relawan fasilitator, yaitu mereka yang memfasilitasi komunikasi antara relawan pengajar dan dokumentator dengan pihak sekolah dan panitia lokal. Praktis, seluruh kegiatan berjalan karena kesukarelawanan.
Kelas Inspirasi tidak bisa dilepaskan dari Gerakan Indonesia Mengajar, sebuah inisiatif gerakan di bidang pendidikan yang merekrut, melatih, dan mengirimkan lulusan terbaik untuk mengajar sekolah dasar di daerah pelosok Indonesia selama 1 tahun sejak 2010. Salah satu misi utama gerakan ini adalah mengajak berbagai pihak terlibat aktif dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan bangsa. Kelas Inspirasi hadir sebagai salah satu wahana memenuhi ajakan itu.
Pengalaman Bagi Relawan
Meski sukarela alias tidak dibayar dan bahkan harus mengeluarkan biaya sendiri selama mengikuti program, relawan pengajar tetap harus mengikuti proses seleksi.
“Bagi relawan pengajar, diterima bergabung di KIY seperti sebuah life goal karena proses perekrutannya cukup selektif, menurut saya. Tidak hanya melihat profesi atau pengalaman mengikuti Kelas Inspirasi sebelumnya, tapi juga melihat track record para relawan yangg bergabung,” ujar dokter Ayu.
Ayu sendiri dekat dengan dunia relawan, karena aktif dalam kegiatan pengajaran anak jalanan di Jambi sejak muda. Tidak heran, jika Ayu termasuk rajin menjadi relawan untuk Kelas Inspirasi, hingga dia bisa mengajar di banyak kota di Jawa Timur, seperti Ngawi, Madiun, Kediri, Pacitan , Trenggalek, dan Lamongan, di Jawa Tengah seperti Grobogan, Blora, Semarang dan tentu saja di Yogyakarta.
“Pada dasarnya, setiap Kelas Inspirasi memiliki pengalaman unik tersendiri. Seperti susahnya akses ke sekolah, jumlah siswa yang sedikit, sarana dan prasarana sekolah, ataupun mengenai antusiasme para siswa di sekolah tersebut,” tambah Ayu.
Ayu ingat, pernah bertugas di sebuah sekolah di daerah pegunungan yang siswanya sehari-hari berangkat berombongan menggunakan mobil bak terbuka. Atau di daerah lain, di mana anak-anak saling menunggu untuk pulang bersama karena harus melewati hutan yang terdapat babi hutan di dalamnya.
“Mengikuti Kelas Inspirasi membuka wawasan saya tentang potret langsung dunia pendidikan kita bahwa fasilitas pendidikan di negara kita ternyata belum sepenuhnya merata,” tambah Ayu.
Relawan lain, Shifa Syafira Maharani yang merupakan petugas Bea Cukai di salah satu wilayah di Jawa TImur, kali ini mengajar di SD BOPKRI Temon, Kulonprogo, DI Yogyakarta. Baginya, mengajar adalah pengalaman yang sangat jauh berbeda dengan pekerjaanya sehari-hari.
“Ada tantangan tersendiri untuk mengenalkan profesi saya dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh siswa-siswi,” ujarnya.
Yang menyenangkan bagi relawan seperti Shifa adalah karena sekolah dan para siswa sangat antusias mengikuti Hari Inspirasi.
“Saya berharap, apa yang saya sampaikan dan juga oleh seluruh relawan berikan, bermanfaat untuk masa depan adik-adik ini,” tambahnya.
Pramono Hadi Susilo, seorang pegiat lembaga swadaya masyarakat di Yogyakarta juga memiliki pengalaman panjang sebagai relawan di Kelas Inspirasi. Dia mulai terlibat pada 2014, sebagai relawan dokumentator foto.
“Dari sini, saya jadi kecanduan karena begitu luar biasanya antusiasme para relawan yang peduli dengan pendidikan Indonesia, dan berkesempatan membagikan pengalamannya sebagai pengajar, untuk memberikan inpirasi ke adik adik di sekolah dasar, sehingga setidaknya mereka tahu bahwa profesi di luar sana, ada begitu banyak profesi,” ujar Pramono.
Pada 2015, Pramono kembali bergabung sebagai panitia lokal kelas Kelas Inspirasi Yogyakarta, dan bahkan kemudian menginisiasi dibukanya program serupa di kota kecil di Jawa Tengah, Klaten. Setelah itu, Pramono juga tergabung sebagai relawan di dokumentator di Jawa Timur, seperti Ponorogo, Pacitan, dan Magetan, serta di Jawa Tengah, seperti di Boyolali dan sejumlah kota kecil lainnya.
Kelas Inspirasi, kata Pram, merupakan solusi bagi para profesional Indonesia yang ingin berkontribusi dengan mengajar di sekolah dasar.
“Kenyataan, bahwa mereka mau cuti dari pekerjaan, membiayai perjalanannya sendiri, dan tidak mewakili institusi dimana dia bekerja, adalah bukti bahwa kepedulian dan kesadaran pribadi terhadap pendidikan masih tinggi,” ujarnya. [ns/ah]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.