korannews.com – Uni Eropa (UE) akan menetapkan target produksi setidaknya 40 persen dari permintaan teknologi bersih pada tahun 2030, kata presiden badan eksekutif UE, Rabu.
Berbicara pada sesi pleno Parlemen Eropa di Strasbourg, Prancis, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan bahwa komisi tersebut akan mengajukan dua rancangan hukum minggu ini, Undang-Undang Industri Nol Bersih (Net-Zero Industry Act) dan Undang-Undang Bahan Baku Kritis (Critical Raw Materials Act) untuk mendukung modernisasi dan kemandirian industri Eropa.
“Dengan Net-Zero Industry Act, kami menetapkan ambisi. Pada tahun 2030, kami ingin dapat menghasilkan setidaknya 40% dari teknologi bersih yang dibutuhkan,” ujarnya merujuk pada proses pengurangan dampak negatif lingkungan melalui peningkatan efisiensi energi dan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.
Dia menekankan bahwa “perlombaan sedang berlangsung” dalam industri teknologi bersih global yang mencapai omzet lebih dari 1 triliun dolar tahun lalu dan diperkirakan akan melipatgandakan pasarnya pada 2030.
Proposal UE yang baru akan memberikan “kecepatan, penyederhanaan, plus pendanaan” untuk teknologi bersih UE, tegas von der Leyen.
Rancangan lainnya, Undang-Undang Bahan Baku Kritis akan mengusulkan untuk mengurangi ketergantungan blok pada China sebagai pemasok, dengan mengamankan mitra dagang baru, seperti Kanada atau AS, mempercepat ekstraksi bahan tanah langka dan daur ulang di Eropa, ia melanjutkan.
Charles Michel, presiden Dewan Eropa menekankan bahwa “China dan AS tidak berjarak sama dari kita.”
“Kami adalah mitra AS yang setia dan ingin fokus pada hubungan bersejarah, fokus pada nilai dan kebijakan ekonomi, yang juga penting untuk keamanan kami,” tegasnya lebih lanjut.
Mengakui bahwa UE harus “terlibat dengan China dalam isu-isu global,” seperti aksi iklim, Michel mendesak “untuk menyeimbangkan kembali hubungan ekonomi dengan China, terutama dalam hal poin strategis untuk kemakmuran Eropa di masa depan.”
Dia juga menyatakan bahwa UE harus “terlibat untuk mencoba mengurangi ketergantungan yang bisa sangat mahal” sebagai pelajaran dari perdagangan energi dengan Rusia.
Sumber: ANADOLU