korannews.com – Dokter spesialis gizi klinik dariFakultas Kedokteran Universitas Indonesiadr. Cut Hafiah M.Gz, SpGK, FiNEM, AIFO-K,CSNC menilai bahwa diet mediteranian menjadi jenis diet yang paling sesuai dengan kebiasaan atau gaya hidup orang Indonesia.
Menurut dia, jenis diet ini cenderung lebih sehat dan seimbang sebab tetap mengutamakan makro nutrien, mikro nutrien, karbohidrat, lemak, hingga protein.
“Enggak menghilangkan karbo full, enggak, jadi tetap seimbang, disesuaikan sama kebiasaannya. Itu yang paling sesuai sama orang Asia, dan Amerika bahkan,” kata Cut saat jumpa media di Jakarta, Rabu.
Di antara diet mediteranian, diet mayo, diet keto, dan diet intermittent fasting, Cut mengatakan diet mayo memiliki keunggulan paling cepat menurunkan berat badan. Akan tetapi, diet mayo juga cenderung cepat alami peningkatan berat badan (bounce back) apabila tidak disiplin menjalankannya.
Sementara diet keto dapat menurunkan berat badan dengan durasi tidak secepat diet mayo, akan tetapi memiliki efek jangka panjang penumpukan massa lemak yang tidak sejalan dengan berat badan yang dimiliki.
“Karena kita intervensinya, diet ketogeniknya di Indonesia itu (cenderung) dengan menggunakan lemak yang jenuh. Sedangkan aslinya (yang betul) itu menggunakan lemak tidak jenuh,” kata Cut.
Mirip seperti diet keto, penurunan berat badan pada diet intermittent fasting juga cenderung tidak secepat diet mayo. Namun, jenis diet ini dapat berefek terutama bagi yang memiliki riwayat GERD. Menurut Cut, bounce back pada diet intermittent fasting juga cenderung tinggi.
Cut menegaskan bahwa diet bukan semata-mata tentang keberhasilan yang ditunjukkan pada perhitungan angka. Yang lebih penting bagaimana seseorang menjaga pola makan dan disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaannya.
Terlepas dari hal tersebut, dia juga mengingatkan bahwa program diet sejatinya harus berdasarkan pada kondisi masing-masing individu dan tidak bisa disamaratakan untuk seluruh orang. Hal ini mengingat berat badan, tinggi badan, hingga aktivitas fisik setiap orang berbeda-beda.
“Base-nya diet itu kita menganalisis asupan. Jadi bukannya, ‘Saya kasih (menu) makan pagi siang malam, kayak gini, ikutin, ya. Enggak’. Malah saya (sebagai ahli gizi) yang mengikuti (pasien), kayak gimana makannya biasanya? Nanti kita perbaiki,” kata Cut.