korannews.com – Untuk mendukung keterisian penumpang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang akan beroperasi Juni 2023, muncul wacana pemerintah untuk menyuntik mati kereta reguler Argo Parahyangan .
Mengesampingkan jalan tol dan angkutan umum seperti bus dan travel, bisa dibilang, KA Argo Parahyangan adalah pesaing paling sengit bagi KCJB memperebutkan penumpang yang bepergian dari Jakarta ke Bandung maupun arah sebaliknya.
Yang jadi dilema, Kereta Cepat Jakarta Bandung juga sahamnya dimiliki oleh PT KAI (Persero) melalui PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Masuknya KAI ke KCIC dilakukan setelah diminta pemerintah menjadi lead konsorsium.
Selain KA Argo Parahyangan, KAI juga menjalankan kereta lain dengan rute yang juga melintasi Bandung-Jakarta, yakni KA Serayu (relasi Purwokerto), KA Cikuray (relasi Garut), KA Pangandaran (relasi Banjar).
Nah seandainya saja KA Argo Parahyangan tidak sampai disuntik mati saat KCJB beroperasi, berikut ini plus minus menggunakan dua moda transportasi berbasis rel penghubung Jakarta dan Bandung tersebut:
KCJB vs KA Argo Parahyangan
1. Stasiun akhir dan keberangkatan
Salah satu daya tarik menggunakan kereta api adalah bisa berhenti di stasiun besar yang biasanya terletak di pusat kota.
Hal yang jarang ditemui pada mode transportasi pesawat udara, di mana bandara biasanya berada di kawasan pinggiran. Sebagai informasi saja, di berbagai negara, kereta cepat adalah pesaing dari transportasi udara.
KA Argo Parahyangan yang berangkat dari Stasiun Gambir Jakarta Pusat ini berakhir di Stasiun Bandung yang berada di Kecamatan Andir, tepat di jantung Kota Bandung. Keduanya diuntungkan karena berada di jantung kota dan akses yang sangat mudah.
Ini menguntungkan bagi calon penumpang yang memang memiliki tujuan ke Kota Bandung. Nah, bagi penumpang Kereta Cepat Jakarta Bandung, tampaknya harus mengeluarkan ongkos dan waktu lebih banyak apabila harus menuju ke pusat Kota Kembang. Ini karena stasiun akhir kereta cepat dibangun di Tegalluar dan Padalarang.
Dua daerah yang disebutkan di atas lokasinya berada di pinggiran Kota Bandung. Keduanya masuk di wilayah Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Sementara apabila berangkat dar Jakarta, calon penumpang harus ke Halim, Jakarta Timur.
PT KCIC yang jadi operator Kereta Cepat Jakarta Bandung menyebutkan, untuk menuju Kota Bandung, penumpang kereta cepat harus turun di Stasiun Padalarang dan berjalan kaki ke stasiun KA reguler untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan naik kereta feeder yang disediakan PT KAI menuju Stasiun Bandung atau Stasiun Cimahi.
2. Waktu tempuh
Waktu tempuh Kereta Cepat Jakarta Bandung diklaim yakni 46 menit hingga Tegalluar. Sejatinya, kereta generasi terbaru CR400AF, hasil pengembangan tipe CRH380A oleh CRRC Qingdao Sifang, kecepatannya yakni 350 km per jam.
Namun karena harus berhenti di beberapa stasiun, maka operasionalnya tidak bisa mencapai kecepatan maksimum yang mencapai 420 km per jam.
Di sepanjang trase Kereta Cepat Jakarta Bandung akan terdapat empat stasiun pemberhentian, yakni di Halim, Karawang, dan Tegalluar. Lalu ditambah dengan Stasiun Padalarang.
Bagi penumpang kereta cepat yang akan menuju Kota Bandung dan Cimahi, tentunya harus menambah waktu tempuh karena stasiunnya berada di Padalarang.
Sementara apabila menggunakan KA Argo Parahyangan, waktu tempuhnya yakni sekitar 3 jam 15 menit dari Gambir sampai ke Stasiun Bandung. Bahkan apabila menggunakan KA Argo Parahyangan Excellence, waktu tempuhnya hanya 2 jam 50 menit.
Selain itu menggunakan Argo Parahyangan, penumpang cukup duduk manis karena tak harus berganti kereta di dua stasiun yang berbeda.
3. Harga tiket
Sebagai kereta berkecapatan tinggi, harga tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung tentu lebih mahal. PT Kereta Cepat Indonesia China menyebut akan dibagi dalam tiga kelas, yakni kelas VIP, kelas 1, dan kelas 2.
KCIC mengklaim harga tiket kereta cepat berada di kisaran Rp 350.000 untuk rute terjauh. Namun kepastiannya baru akan diumumkan setelah Kereta Cepat Jakarta Bandung beroperasi.
Sementara harga tiket KA Argo Parahyangan saat ini dipatok berdasarkan kelasnya yakni ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Paling murah yakni Rp 85.000 untuk ekonomi dan kelas di atasnya yakni antara Rp 120.000-200.000.