korannews.com – Kementerian Agama ( Kemenag ) bakal memberikan sanksi kepada satuan pendidikan atau sekolah di bawah Kemenag jika tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lembaganya.
Hal ini tercantum dalam pasal 19 Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Beleid sudah ditandatangani Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022.
Dalam aturan, sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif, berupa teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian bantuan, pembekuan izin, hingga pencabutan tanda daftar satuan pendidikan.
Sanksi administratif dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggarannya.
“Pembekuan izin penyelenggaraan satuan pendidikan, penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan pendidikan, pencabutan izin penyelenggaraan satuan pendidikan, atau pencabutan tanda daftar satuan pendidikan,” sebut beleid.
Adapun pencegahan oleh satuan pendidikan berupa sosialisasi, pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya, dan kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Sementara untuk penanganan, meliputi pelaporan, perlindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban. Dalam pelaporan, pelapor menyampaikan laporan terjadinya kekerasan seksual kepada pimpinan secara lisan atau tertulis baik langsung atau pun tidak langsung.
Jika kekerasan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan, laporan dapat disampaikan kepada penyelenggara satuan pendidikan, dewan masyayikh, kepala kantor Kemenag, kepala kantor wilayah, kepala pusat, atau direktur jenderal sesuai kewenangannya masing-masing.
Laporan tersebut setidaknya harus berisi identitas pelapor, identitas korban, identitas terduga pelaku, jenis kekerasan seksual yang terjadi, serta waktu dan tempat kejadian. Nantinya setelah laporan diterima, penerima laporan melakukan klarifikasi dengan jangka waktu 1×24 jam.
Jika pelaku terbukti bersama, maka sesuai dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dapat dijatuhkan sanksi administratif dan sanksi pidana.
Selain itu jika kekerasan seksual dilakukan oleh tenaga pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik dengan usia di atas 18 tahun, maka pimpinan pendidikan harus melakukan penindakan.
Penindakan yang dilakukan berupa pembebasan sementara dari tugas atau jabatannya, dan pembebasan sementara dari layanan pendidikan terlapor.
Ragam kekerasan seksual
Beleid ini juga mengatur beberapa tindakan yang termasuk dalam kekerasan seksual.
Dalam pasal 5 disebutkan, bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Berikut ini rinciannya.
1. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
2. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban.
3. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
4. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.
5. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.
6. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
7. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban.
8. Melakukan percobaan perkosaan.
9. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.
10. Mempraktekkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual
11. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
12. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual
13. Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.
14. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban
15. Mengambil, merekam, menggugah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual.
16. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP. Tujuannya agar peraturan ini bisa segera diterapkan secara efektif.
Terbitnya PMA akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kemenag dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.
“Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” harap Juru Bicara (Jubir) Kemenag Anna Hasbie.