Sanksi Barat Berisiko Timbulkan Bencana Lonjakan Harga Energi

Sanksi Barat Berisiko Timbulkan Bencana Lonjakan Harga Energi

Presiden Vladimir Putin memperingatkan negara-negara Barat pada Jumat (8/7) bahwa penerapan sanksi lanjutan terhadap Rusia terkait agresi di Ukraina berisiko memicu bencana kenaikan harga energi bagi konsumen di seluruh dunia.

Putin mengatakan bahwa seruan Barat untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas energi Rusia telah membuat pasar global “bergejolak” dengan lonjakan harga minyak dan gas.

Pelanggan Uni Eropa mengatakan mereka ingin menyetop pasokan gas dari Rusia, sementara para pemimpin Kelompok Tujuh mengatakan bulan lalu bahwa mereka ingin mengeksplorasi “batas harga” pada bahan bakar fosil Rusia, termasuk minyak.

“Pembatasan sanksi terhadap Rusia menyebabkan lebih banyak kerusakan pada negara-negara yang memberlakukannya,” kata Putin kepada para pemimpin industri minyak dan gas Rusia, termasuk Kepala Eksekutif Rosneft Igor Sechin dan Wakil Perdana Menteri Alexander Novak.

Sanksi Barat Berisiko Timbulkan Bencana Lonjakan Harga Energi

Vladimir Putin, CEO Gazprom Alexei Miller dan mantan kanselir Jerman Gerhard Schroeder di luar Vyborg, 6 September 2011. (Foto: AFP)

“Penerapan sanksi lebih lanjut dapat menyebabkan konsekuensi yang lebih parah, tanpa berlebihan, bahkan bencana di pasar energi global,” tukasnya.

Invasi Putin ke Ukraina pada 24 Februari dan pemberlakuan sanksi paling berat yang diterapkan negara-negara Barat dalam sejarah modern, telah merusak asumsi pasar energi dan komoditas dan juga menghambat pertumbuhan global.

Saat Putin bergulat dengan perang besar, krisis geopolitik terbesar, dan tantangan ekonomi terbesar Rusia sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991, pemimpin Kremlin yang berusia 69 tahun itu berulang kali mengisyaratkan bahwa dia tidak berminat untuk mundur.

Energi adalah salah satu area di mana Kremlin masih memegang kendali. Negara-negara Eropa, termasuk Jerman, khawatir pada kemungkinan Moskow memotong pasokan energinya.

Pompa angguk milik perusahaan minyak Rusia Sibneft di Noyabrsk, Siberia Barat. (Foto: Reuters/Alexander Natruskin)

Pompa angguk milik perusahaan minyak Rusia Sibneft di Noyabrsk, Siberia Barat. (Foto: Reuters/Alexander Natruskin)

Rusia adalah negara pengekspor minyak terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Moskow juga tercatat sebagai pengekspor gas alam dan gandum terbesar di dunia. Eropa mengimpor sekitar 40 persen gasnya dan 30 persen minyaknya dari Rusia.

Pasokan Dunia

Dengan harga yang sudah naik, dunia bersiap untuk gangguan pasokan lebih lanjut dari Rusia, yaitu pipa Nord Stream 1 di bawah Baltik, rute pasokan vital ke Jerman, akan menjalani pemeliharaan mulai 11 Juli hingga 21 Juli.

“Kami tahu bahwa Eropa sedang mencoba untuk menggantikan sumber energi Rusia,” kata Putin. “Namun, kami berharap hasil dari tindakan tersebut adalah kenaikan harga gas di pasar spot dan peningkatan biaya sumber daya energi untuk konsumen akhir,” tambahnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia telah memutus aliran gas ke Bulgaria, Polandia, Finlandia, pemasok Denmark Orsted, perusahaan Belanda Gasterra dan Shell untuk kontrak Jermannya, setelah mereka semua menolak permintaan untuk beralih ke pembayaran dalam rubel sebagai buntut atas penerapan sanksi Eropa.

Putin mengatakan bahwa “blitzkrieg” ekonomi Barat telah gagal. Namun ia mengakui sanksi tersebut telah membuat kerusakan pada ekonomi senilai $1,8 triliun.

“Kami harus merasa percaya diri, tetapi Anda harus melihat risikonya. Risikonya masih ada,” kata Putin.

Putin mengatakan situasi di sektor bahan bakar dan energi Rusia tetap stabil.

Namun dia mengatakan perusahaan energi Rusia harus bersiap menghadapi embargo minyak Uni Eropa yang akan mulai berlaku pada sekitar akhir tahun.

“Pemerintah saat ini sedang mempertimbangkan opsi untuk mengembangkan infrastruktur kereta api dan pipa untuk memasok minyak dan produk minyak Rusia ke negara-negara sahabat,” kata Putin. [ah/lt]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!