PPATK Sebut Ada Indikasi Dana Mengalir ke Aktivitas Terlarang

PPATK Sebut Ada Indikasi Dana Mengalir ke Aktivitas Terlarang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya dugaan penyelewengan dana organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Selain untuk kepentingan pribadi, ada indikasi bahwa dana itu mengalir ke aktivitas terlarang. Pengamat menyarankan kepada pemerintah untuk mengawasi secara ketat organisasi-organisasi penyalur bantuan kemanusiaan agar tidak disalurkan ke pihak yang salah di luar negeri.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana kepada VOA, Selasa (5/7), mengatakan ada indikasi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) melakukan penyalahgunaan dana terkait aktivitas terlarang.

PPATK Sebut Ada Indikasi Dana Mengalir ke Aktivitas Terlarang

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana. (Foto: screenshot)

“Pada posisi PPATK melakukan penelusuran dana, ada beberapa kegiatan yang patut diduga, mengindikasikan, belum ada kesimpulan, adanya kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” kata Ivan.

Ivan menambahkan ada sumbangan yang dialirkan ACT ke beberapa negara yang penerimanya adalah entitas-entitas yang perlu didalami lebih lanjut oleh penegak hukum. Namun dia menolak menyebutkan ke negara mana saja dan kelompok mana saja menikmati aliran dana bantuan dari ACT tersebut.

Ivan mengatakan hasil penelusuran dana transaksi ACT itu sudah diserahkan tahun lalu kepada Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT).

BNPT: Data dari PPATK Masih Perlu Dikaji

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwahid mengatakan pada prinsipnya data yang disampaikan PPATK kepada BNPT dan Densus 88 merupakan data intelijen terkait transaksi yang mencurigakan sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme.

Saat ini, lanjutnya, memang ACT belum masuk dalam daftar terduga terorisme atau organisasi terorisme sehingga membutuhkan pendalaman dan koordinasi dengan stakeholder terkait dalam menentukan konstruksi hukumnya.

“Jika aktifitas aliran dana yang mencurigakan tersebut terbukti mengarah pada pendanaan terorisme tentu akan dilakukan upaya hukum oleh Densus 88, Jika tidak, maka dikoordinasikan aparat penegak hukum terkait tindak pidana lainnya,” ujar Nurwahid.

ACT Kirim Sumbangan ke Suriah?

Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Dina Sulaeman mengaku selama ini mempertanyakan ke mana duit donasi yang dikumpulkan ACT untuk Suriah dikirimkan. Berdasarkan sejumlah indikasi, dia menyimpulkan sumbangan ACT kepada Suriah dikirim kepada pihak pemberontak yang berperang dengan pemerintah Suriah sejak 2011.

“Indikasinya apa? Pertama, ACT kalau mengumpulkan donasi, jejak digitalnya ada, foto-fotonya masih tersebar, membawa bendera versi pemberontak, bukan bendera resmi Suriah. Ketika dia (ACT) menggalang donasi dan bendera yang dibawa adalah bendera yang hijau-putih-hitam itu, pasti kelihatan dia berpihak kemana? Kenapa tidak bendera resmi Suriah yang merah-putih-hitam,” ujar Dina.

Indikasi kuat kedua adalah pada 2018, ACT membuat kampanye penggalangan donasi dengan judul Selamatkan Ghouta. Ghouta adalah wilayah dekat Ibu Kota Damaskus yang dikuasai pemberontak. ACT baru mulai menggalang sumbangan ketika pasukan pemerintah Suriah mulai menggempur Ghouta.

Indikasi lainnya tambah Dina adalah ACT ketika menyalurkan bantuan ke Ghouta mengaku tidak meminta izin kepada pemerintah Suriah. Artinya, lanjut Dina, ACT bekerjasama dengan pihak pemberontak.

Tim dokter dan relawan ACT-MRI Duri sedang memberikan layanan kesehatan kepada salah satu lansia di Jakarta Barat. (Courtesy ACTNews/Aditya Perdana Putra)

Tim dokter dan relawan ACT-MRI Duri sedang memberikan layanan kesehatan kepada salah satu lansia di Jakarta Barat. (Courtesy ACTNews/Aditya Perdana Putra)

Dina menyebutkan pula, ketika pasukan Suriah berhasil membebaskan wilayah timur Aleppo dari pemberontak, ditemukan dus-dus bantuan makanan berasal dari kelompok pengumpul dana bernama Indonesia Humanitarian Relief (IHR) merupakan milik Bachtiar Nasir.

Oleh karena itu dia menyarankan kepada pemerintah untuk mengawasi secara ketat organisasi-organisasi penyalur bantuan kemanusiaan agar tidak disalurkan ke pihak yang salah di luar negeri. Selain itu, jangan sampai organisasi-organisasi tersebut menyampaikan narasi kebencian demi memperoleh bantuan duit sumbangan.

Ditegaskannya, setidaknya ada sepuluh organisasi pengumpul donasi di Indonesia yang pro pemberontak Suriah. Kelompok-kelompok itu berafiliasi dengan Al-Qaidah, Hizbut Tahrir atau Al-Ikhwan al-Muslimun.

Dina mengatakan bantuan dari kelompok-kelompok kemanusiaan terhadap pemberontak Suriah akan makin melanggengkan perang di negara itu.

Presiden ACT Akui Kirim Dana ke Suriah, Tapi Bukan Untuk Kegiatan Teror

Presiden ACT Ibnu Khajar mengakui ada dana yang disalurkan ke Suriah. Namun dana itu bukan untuk aktivitas terorisme melainkan untuk korban ISIS atau Negara Islam Irak dan Suriah. Menurutnya penyaluran dana tersebut merupakan donasi untuk kemanusiaan.

“Kami tidak pernah berurusan dengan teroris. Saya dahulu ke Suriah ada pertanyaan apakah anda memberikan bantuan kepada pemerintahan yang Syiah atau kepada pemberontak yang ISIS.Kami sampaikan urusan itu tidak boleh menanyakan tentang siapa yang kami bantu, agamanya apa tidak penting. Yang kami tahu ada orangtua yang sakit, anak yang telantar, korban perang kami berikan bantuan pangan, medis kepada mereka dan kami tidak pernah bertanya mereka Syiah atau ISIS tidak penting buat kami,” ujar Ibnu.

Menurut Ibnu, penyaluran dana kemanusiaan tidak bisa tebang pilih. Dia pun mempertanyakan klaim PPATK yang menemukan indikasi transaksi keuangan ACT berkaitan dengan kegiatan terorisme. [fw/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!