GenPI.co – Kenaikan tarif ojek daring atau ojek online (ojol) sebaiknya dilakukan secara moderat alias kenaikannya tidak langsung tinggi.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai kenaikan tarif ojol yang mencapai lebih dari 30 persen memang relatif tinggi dan berpotensi mengerek inflasi makin meningkat.
“Angka wajar menurut saya itu maksimal 10 persen. Saya juga bertanya-tanya mengapa naiknya setinggi itu, kalkulasinya seperti apa,” ujar Piter di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
BACA JUGA: Khofifah Beri Pesan Menyentuh, Para Ojol Perempuan Menangis Haru
Tarif ojol per kilometer di Jabodetabek menjadi Rp2.600 – Rp2.700 per km dari sebelumnya Rp2.250 – Rp2.650 per kilometer.
Menurut Piter, jika kenaikannya setinggi itu, maka tarif ojol akan mendekati tarif taksi sehingga membuat minat masyarakat menggunakan ojol kemungkinan akan mengalami penurunan.
BACA JUGA: Sempat Jadi Ojol, Iman Jual Lumpia Beef, Omzet Rp 800 Ribu Sehari
Apabila itu yang terjadi, lanjut Piter, maka akan berdampak terhadap pendapatan pengemudi atau driver ojol yang berpotensi berkurang.
Sementara itu, pelaku UMKM yang tergabung dalam aplikasi seperti GoFood, GrabFood, dan ShopeeFood, juga berpeluang mengalami penurunan pendapatan.
BACA JUGA: Terpaksa Tekuni Ojol Demi Bisa Pakai Toga dan Banggain Orang Tua
“Perlu jadi perhatian bahwa masyarakat bawah itu sangat sensitif dengan kenaikan harga. Apalagi daya beli masyarakat sudah tergerus akibat pandemi, banyak PHK, penurunan gaji, kenaikan harga-harga bahan pangan, harga barang, dan sebagainya,” jelasnya. (antara)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News
Artikel ini bersumber dari www.genpi.co.